Minggu, 30 Januari 2011

Para Bedebah Nan Bodoh

Jika negeri Jiran Malingsia mencaplok dan merampok wilayah NKRI maka Pemerintah Republik Mimpi ini hanya diam atau berpura-pura tidak tahu. Lalu kejadian serupa pun terjadi berulang kali. Kenapa ya... ?

Mengapa pula negeri Malingsia itu senang dan tidak mau berhenti interfensi - jika tidak bisa dikatakan invasi - lalu secara ilegal menggondol hasil bumi negeri kolam susu ini ?
Tampaknya ritual kejahatan Malingsia itu, telah berjangkit pula kedalam negeri tongkat kayu dan batu jadi tanaman ini. Paling tidak, di Sulawesi Sengsara (eh maaf maksud saya Tenggara) terjadi hal serupa.

Batas wilayah Konawe Selatan dan Bombana pernah jadi sengketa kedua wilayah tersebut, penyelesaiannya entah sudah sampai dimana - tidak jelas.
Batas wilayah Konawe Utara dan Morowali, juga jadi sengketa yang tidak jelas. Sementara Buton Utara dan Muna mengalami hal yang sama pula dengan Buton dan Bombana. Kasihan buanget memang negeri gemah ripah loh jinawi ini. Dari semua wilayah yang bersengketa itu, yang lebih parah adalah Buton Vs Baubau.

Perseteruan Pemerintah di kedua daerah ini telah menjadi rahasia umum yang sangat memalukan generasinya, untung saja tidak terjadi pertumpahan darah di daerah Lipu - Betoambari ketika terjadi mobilisasi masa penyerang dari Buton.
Genting, seram dan menyedihkan memang kala itu karena dari sudut derajat kekeluargaan kedua belah pihak masih saudara sekandung. Bahkan kedua belah pihak masih satu tempat tinggal yaitu rumah orang tua atau mertua.

Jika terjadi pertumpahan darah (tindakan anarkis) waktu itu, sungguh akan teramat sangat sulit dibayangkan. Untung saja, Tuhan menghendaki lain hingga bencana itu tidak terjadi. Ada apaa.... sebenarnya di kedua daerah otonomi itu ?
Nyaris berdarah, usai sudah. Apakah kedua Pemerintahan itu kemudian hidup berdampingan layaknya Kakak dan Adik ?

Ternyata tidak seperti yang anda bayangkan, yang terjadi justeru malah semakin rumit dan bodoh. Dikatakan rumit karena masalah tidak pernah terselesaikan sebagaimana mestinya (berdasarkan UU, PP dan aturan hukum lainnya jika masih ada) bahkan cenderung menumpuk bagaikan Bom waktu.

Dikatakan bodoh karena Gubernur Sultra, Bupati Buton dan Walikota Baubau tidak mampu menyelesaikan masalah kedua daerah tersebut. Rakyatpun kemudian tidak tahu jika masalah sudah diselesaikan bahkan bingung melihat kenyataan adanya praktek Pemerintahan di dalam wilayah otonomi Pemerintahan kota Baubau.

Tamsilannya kira-kira sebagai berikut : Ada pasar rakyat yang dikelola sesuka hati pemiliknya didalam Mall milik orang lain. Fakta itu nyata jika kita rujuk pada keberadaan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Kabupaten Buton yang beroperasi di dalam kota kecil Baubau sementara Pemerintahan Baubau memiliki PDAM sendiri.

Sumber penting di Pemerintahan Baubau menjelaskan bahwa seluruh izin PDAM Buton sebagaimana layaknya badan usaha yang resmi dan legal harus memiliki izin-izin di negara ini, belum pernah kami terbitkan. Kami tidak mengerti, izin operasi PDAM Buton itu diperoleh dari mana dan siapa yang tanda tangani.

Dari segmen PAD (Pendapatan Asli Daerah) Baubau, jelas bahwa praktek PDAM Buton di kota ini sangat merugikan. Pelanggan PDAM Baubau di kota ini hanya 1/5 dari total rakyat Baubau yang sampai saat ini masih menjadi pelanggan PDAM Buton. Jadi kalau begini keadaannya bagaimana ?

Selain masalah PAD Baubau yang tersedot ke Pemerintah Buton, sejumlah ruas jalan di kota ini juga, terancam rusak parah akibat banyaknya pipa PDAM Buton yang bocor. Upaya perbaikan aspal jalan yang rusak itu, juga tidak dilakukan sebagaimana mestinya bahkan kami menduga ; sengaja tidak diperbaiki (terjadi pembiaran) dengan tendensi yang susah diprediksi.

Perbuatan Pemerintah Buton melakukan pembiaran terhadap kerusakan aspal jalan kota Baubau dapat dikategorikan melanggar hukum administrasi tata negara Republik Indonesia, kata Sidio U SH MH.

Putera Baubau yang lama bermukim di Jakarta ini menjelaskan ; jika rakyat, DPRD dan Pemerintah Baubau mengambil sikap yang tegas maka Bupati Buton dapat dijerat dengan Undang-Undang tindak pidana Korupsi dan pasal berlapis lainnya atas tuduhan melakukan pembiaran terjadinya kerusakan dan menyelenggarakan kegiatan PDAM secara ilegal di wilayah otonomi Pemerintahan kota Baubau.

Sidio yang lulusan terbaik Magister Hukum Universitas Indonesia ini juga, menambahkan ; Gubernur Sultra, Bupati Buton dan Walikota Baubau sebagai pucuk pimpinan pengambil kebijakan tertinggi dalam konteks ini tampak BODOO....H !!!!! Atau mereka pura-pura bodoh untuk membodohi rakyat. Kenapa saya katakan demikian ?

Karena penyelesaian kasus ini sebenarnya sangat sederhana, tidak makan ongkos dengan kisaran waktu paling lama 30 menit (kira-kira tidak habis secangkir kopi) jika Gubernur gunakan kapasitasnya untuk berembug dan mengatur tatanan hukum di wilayahnya, itu alternatif pertama.

Alternatif kedua ; dilakukan uji materi melalui Peradilan tata usaha negara. Setelah itu, putusan Hakim Pengadilan tata usaha negara dinaikan tingkatannya ke Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi atau ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Alternatif kedua ini, akan menyita waktu dan biaya yang agak banyak dibanding rembug bertiga tadi. Sekarang, ketiga pucuk pimpinan itu tinggal mengambil satu alternatif saja yang menurut mereka paling praktis dan sederhana agar rakyat tahu bahwa mereka tidak BODOH dan bukan pula BEDEBAH. ®

Notes : Administrator wall ini meninta tanggapan anda jika anda termasuk dalam kategori rakyat yang MERDEKA. (Arfan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar