Minggu, 30 Januari 2011

Puisi: Bahasa Penguasa

Oleh Sri Murti


Saya telah menyaksikan
Bagaimana keadilan telah dikalahkan
oleh para penguasa
dengan gaya yang anggun
dan sikap yang gagah
Tampa ada ungkapan kekejaman

diwajah mereka
Dengan bahasa yang rapi
mereka keluarkan keputusan-keputusan

yang tidak adil terhadap rakyat
Serta dengan budi bahasa yang halus
mereka saling membagi keuntungan
yang mereka dapat dari rakyat

yang kehilangan tanah dan ternaknya
Ya, semuanya dilakukan
sebagai suatu kewajaran
Demi Orang-Orang Rangkasbitung

_____________

Puisi: Tangis Untuk Negeri

Oleh: Sumiman Udu

Baru saja aku melintasi bebatuan itu
kau menatapku, sudut mata yang penuh curiga
sebab hampir koyak selangkanganku

anak-anak desa tertawa, di rumah,
ibu menangis, sebab besok mau makan apa?
sementara televisi tetap menyajikan iklan
dibalik berita-berita yang tak tentu arah

berebut payudara yang telah usah
karena semua masih minta di susui
dari desa sampai kota,
dari simiskin di kolom jembatan tanpa rumah
sampai si kuasa di istana

banjir, gunung api, gelombang, angin bernyanyi
tapi kita tetap tuli juga

sementara gedung-gedung rakyat
dipenuhi dengan kecoak
yang memang butuh racun

dan terikan anak-anak kampung yang lenyap sunyi malam
sementara gongong srigala dan anjiang liar
baru terdengar di dunia maya
menembus batas negara, menembus batas budaya

ibu, air mata anak-anak kampung itu
sudah hampir kering,
sebab susu tidak dapat lagi terbeli
sebab tangan tidak dapat lagi bekerja

walau kami harus memilih,
tetapi kami tidak bisa sebab dunia terlalu sulit
di balik awan kebohongan

air mata itu mengalir lagi
hingga darah mengalir hingga ke jalan-jalan
dan mengucap
hentikan kebohongan ini.....

____________
 


                             
             

Buton dan Epistemologi: Sebuah pandangan

Sebagai sebuah bangsa dan sebuah kebudayaan yang hidup dalam masyarakatnya, Buton telah melewati perjalanan panjang. Perjalanan itu, paling tidak telah melewati beberapa fase perjalanan hidup manusia, yaitu fase mitologi, ideologi dan fase ilmu pengetahuan.

Dalam menjejak perjalannya tersebut, Bangsa Buton telah membentuk sejarahnya dalam berbagai fase kehidupannya. Berdasarkan semangat zamannya, bangsa Buton pernah melewati masa mitologi, dimana manusia memiliki keterbatasan dalam menjalani kehidupannya, sehingga diperlukan kekuatan lain di luar dirinya. Pada masa itu, seluruh kehidupan masyarakat Buton selalu dihubungkan dengan cerita atau mitos-mitos yang menjadi dasar dari seluruh tatanannya, katakanlah, mitos yang ada dalam legenda Wakaakaa, raja pertama Buton.

Dalam legenda tersebut, dikisahkan tentang kehidupan Wakaaka yang lahir dari pohon bambu. Ini merupakan interteks dari semangat Zaman di negeri-negeri lain, misalnya hikayat Negeri Pasai, Hikayat Negeri Banjar dan bahkan Hikayat-hikayat lain yang asal-usul rajannya berasal dari benda-benda yang berasal dari luar tubuh manusia. Ini dimaksudkan untuk menciptakan narasi kesaktian untuk seseorang yang akan dijadikan sebagai seorang raja. Ini merupakan semangat Zaman yang ada pada era itu.

Selanjutnya, Buton melewati kesadaran baru yaitu fase Ideologi. Dalam memasuki fase ini, Buton berhadapan dengan ruang-ruang kekuasaan. Pada ranah inilah, Buton terbagi dalam sistem pemerintahan yang berdasarkan suatu cara pandang tertentu, asumsi dasar tertentu. Dampaknya adalah, terjadi proses-proses penghancuran terhada ideologi-ideologi lain yang pernah berkembang di Buton, dan memilih untuk membiarkan satu ediologi yang tentunya adalah ideologi yang berkuasa. Katakanlah, bahwa Buton kehilangan banyak jejak yang lenyap, yaitu jejak-jejak kebudayaan yang saling berebut pengaruh.

Dampak besar dari fase ini adalah terpecahnya masyarakat Buton dalam berbagai ideologi. Sehubungan dengan masalah tersebut, Ideologi yang berkuasa di Buton membentuk apa yang kita kenal dengan upaya pembentukan ideologi yang dapat kita temukan dalam berbagai tradisi lisan dan naskah kita. Ideologi yang berbasis Islam, telah membentuk Buton sebagai sebuah kesultanan. Tentunya, tetap mendorong Buton pada perpecahan, terutama dalam memperebutkan pengaruh antarideologi yang ada dalam masyarakat Buton.

Untuk itu, masyarakat terpecah, tatanan dibangun dan hanya menguntungkan orang-orang terntentu. Dan secara tidak langsung membangun perlawanan baru, atau saling berebut kekuasaan. Maka terbangunlah kamboru-mboru tolu palena, yang merupakan manifestasi dari ideologi yang ada dalam suatu masyarakat Buton. Terbangunlah, strata sosial yang memisahkan manusia Buton menjadi manusia batua, papara, maradika, walaka dan kaomu. Yang tentunya akan melahirkan kondisi, ada yang diuntungkan dan dirugikan dengan dampak politik seperti itu.

Anehnya, ketika dunia lain, berubah dengan mengadopsi berbagai bentuk epistemologi (ilmu pengetahuan) mulai dari:
1. Evolusionisme (Evolutionism)
2. Paradigma Diffusionisme (Diffusionism)
3. Paradigma (Partikularisme) Historis (Historical Particularism)
4. Paradigma Fungsionalisme (Functionalism)
5. Paradigma Fungsionalisme-Struktural (Structural-Functionalism)
6. Paradigma Analisis Variabel (Variable Analysis)
7. Paradigma Perbandingan Kebudayaan (Cross-Cultural Comparison)
8. Paradigma Kepribadian dan Kebudayaan (Culture and Personality)
9. Paradigma Strukturalisme (Structuralism)
10. Paradigma Tafsir Kebudayaan (Interpretive)
11. Paradigma Materialisme Budaya (Cultural Materialism)
12. Paradigma Materialisme Historis (Historical Materialism)
13. Paradigma Aktor (Actor-Oriented Approach)
14. Paradigma Etnosains (Ethnoscience/Phenomenological)
15. Paradigma Post-Modernisme (Post-Modernism)
rupanya masyarakat Buton, belum pernah berubah, mereka masih tetap pada tahap berpikir mitologi dan ideologis yang pada akhirnya mereka tertinggal dalam segala hal.

Ini perlu direnungkan kembali, kemana arah pembangunan Buton, apakah kita sudah siap memasuki ranah baru, ranah ilmu pengetahuan, sehingga orang buton dapat hidup berdampingan berdasarkan kinerja dan kreatifitas, bukan lagi tergantung pada mitologi dan ideologis yang menyeret perpecahan dan pembodohan. karena di dalam masyarakat Buton, tetap tumbuh orang-orang yang merasa ekslusif dan minder. Dimana orang-orang yang merasa ekslusif akan selalu memandang dan mefonis orang lain dengan pandangannya, sekaligus kecongkakannya, dan ini tidak baik untuk pembangunan buton di masa depan.

Sekali lagi, bangsa buton sudah saatnya untuk bangun berdasarkan epistemologi dan memanfaatkan ilmu pengetahuan sebagai landansan pembangunannya, karena "Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, jika kaum itu tidak dapat mengubah nasibnya sendiri". Dan mereka yang dapat berubah adalah mereka yang memiliki kesadaran, dan tentunya orang yang memiliki kesadaran adalah orang yang berilmu pengetahuan yang dapat dipertanggung jawabkan. (Sumiman Udu).

Para Bedebah Nan Bodoh

Jika negeri Jiran Malingsia mencaplok dan merampok wilayah NKRI maka Pemerintah Republik Mimpi ini hanya diam atau berpura-pura tidak tahu. Lalu kejadian serupa pun terjadi berulang kali. Kenapa ya... ?

Mengapa pula negeri Malingsia itu senang dan tidak mau berhenti interfensi - jika tidak bisa dikatakan invasi - lalu secara ilegal menggondol hasil bumi negeri kolam susu ini ?
Tampaknya ritual kejahatan Malingsia itu, telah berjangkit pula kedalam negeri tongkat kayu dan batu jadi tanaman ini. Paling tidak, di Sulawesi Sengsara (eh maaf maksud saya Tenggara) terjadi hal serupa.

Batas wilayah Konawe Selatan dan Bombana pernah jadi sengketa kedua wilayah tersebut, penyelesaiannya entah sudah sampai dimana - tidak jelas.
Batas wilayah Konawe Utara dan Morowali, juga jadi sengketa yang tidak jelas. Sementara Buton Utara dan Muna mengalami hal yang sama pula dengan Buton dan Bombana. Kasihan buanget memang negeri gemah ripah loh jinawi ini. Dari semua wilayah yang bersengketa itu, yang lebih parah adalah Buton Vs Baubau.

Perseteruan Pemerintah di kedua daerah ini telah menjadi rahasia umum yang sangat memalukan generasinya, untung saja tidak terjadi pertumpahan darah di daerah Lipu - Betoambari ketika terjadi mobilisasi masa penyerang dari Buton.
Genting, seram dan menyedihkan memang kala itu karena dari sudut derajat kekeluargaan kedua belah pihak masih saudara sekandung. Bahkan kedua belah pihak masih satu tempat tinggal yaitu rumah orang tua atau mertua.

Jika terjadi pertumpahan darah (tindakan anarkis) waktu itu, sungguh akan teramat sangat sulit dibayangkan. Untung saja, Tuhan menghendaki lain hingga bencana itu tidak terjadi. Ada apaa.... sebenarnya di kedua daerah otonomi itu ?
Nyaris berdarah, usai sudah. Apakah kedua Pemerintahan itu kemudian hidup berdampingan layaknya Kakak dan Adik ?

Ternyata tidak seperti yang anda bayangkan, yang terjadi justeru malah semakin rumit dan bodoh. Dikatakan rumit karena masalah tidak pernah terselesaikan sebagaimana mestinya (berdasarkan UU, PP dan aturan hukum lainnya jika masih ada) bahkan cenderung menumpuk bagaikan Bom waktu.

Dikatakan bodoh karena Gubernur Sultra, Bupati Buton dan Walikota Baubau tidak mampu menyelesaikan masalah kedua daerah tersebut. Rakyatpun kemudian tidak tahu jika masalah sudah diselesaikan bahkan bingung melihat kenyataan adanya praktek Pemerintahan di dalam wilayah otonomi Pemerintahan kota Baubau.

Tamsilannya kira-kira sebagai berikut : Ada pasar rakyat yang dikelola sesuka hati pemiliknya didalam Mall milik orang lain. Fakta itu nyata jika kita rujuk pada keberadaan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Kabupaten Buton yang beroperasi di dalam kota kecil Baubau sementara Pemerintahan Baubau memiliki PDAM sendiri.

Sumber penting di Pemerintahan Baubau menjelaskan bahwa seluruh izin PDAM Buton sebagaimana layaknya badan usaha yang resmi dan legal harus memiliki izin-izin di negara ini, belum pernah kami terbitkan. Kami tidak mengerti, izin operasi PDAM Buton itu diperoleh dari mana dan siapa yang tanda tangani.

Dari segmen PAD (Pendapatan Asli Daerah) Baubau, jelas bahwa praktek PDAM Buton di kota ini sangat merugikan. Pelanggan PDAM Baubau di kota ini hanya 1/5 dari total rakyat Baubau yang sampai saat ini masih menjadi pelanggan PDAM Buton. Jadi kalau begini keadaannya bagaimana ?

Selain masalah PAD Baubau yang tersedot ke Pemerintah Buton, sejumlah ruas jalan di kota ini juga, terancam rusak parah akibat banyaknya pipa PDAM Buton yang bocor. Upaya perbaikan aspal jalan yang rusak itu, juga tidak dilakukan sebagaimana mestinya bahkan kami menduga ; sengaja tidak diperbaiki (terjadi pembiaran) dengan tendensi yang susah diprediksi.

Perbuatan Pemerintah Buton melakukan pembiaran terhadap kerusakan aspal jalan kota Baubau dapat dikategorikan melanggar hukum administrasi tata negara Republik Indonesia, kata Sidio U SH MH.

Putera Baubau yang lama bermukim di Jakarta ini menjelaskan ; jika rakyat, DPRD dan Pemerintah Baubau mengambil sikap yang tegas maka Bupati Buton dapat dijerat dengan Undang-Undang tindak pidana Korupsi dan pasal berlapis lainnya atas tuduhan melakukan pembiaran terjadinya kerusakan dan menyelenggarakan kegiatan PDAM secara ilegal di wilayah otonomi Pemerintahan kota Baubau.

Sidio yang lulusan terbaik Magister Hukum Universitas Indonesia ini juga, menambahkan ; Gubernur Sultra, Bupati Buton dan Walikota Baubau sebagai pucuk pimpinan pengambil kebijakan tertinggi dalam konteks ini tampak BODOO....H !!!!! Atau mereka pura-pura bodoh untuk membodohi rakyat. Kenapa saya katakan demikian ?

Karena penyelesaian kasus ini sebenarnya sangat sederhana, tidak makan ongkos dengan kisaran waktu paling lama 30 menit (kira-kira tidak habis secangkir kopi) jika Gubernur gunakan kapasitasnya untuk berembug dan mengatur tatanan hukum di wilayahnya, itu alternatif pertama.

Alternatif kedua ; dilakukan uji materi melalui Peradilan tata usaha negara. Setelah itu, putusan Hakim Pengadilan tata usaha negara dinaikan tingkatannya ke Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi atau ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Alternatif kedua ini, akan menyita waktu dan biaya yang agak banyak dibanding rembug bertiga tadi. Sekarang, ketiga pucuk pimpinan itu tinggal mengambil satu alternatif saja yang menurut mereka paling praktis dan sederhana agar rakyat tahu bahwa mereka tidak BODOH dan bukan pula BEDEBAH. ®

Notes : Administrator wall ini meninta tanggapan anda jika anda termasuk dalam kategori rakyat yang MERDEKA. (Arfan)

Orang Buton Banyak Teori ?

Beh.... ternyata ini orang2 Buton sudah banyak juga yang senang baca buku, dari sekian banyak ulasan dan paparan indikasi kearah itu sangat kuat sekali. Semula saya bangga, memang !?

Tapi setelah saya cermati dan saya cermati lagi, lalu saya ulang lagi cermati dan saya cermati sekali lagi maka kebanggaanku berubah menjadi duka lara nan gamang terbuai nestapa sepanjang jalan LASUNAMANA dari Baubau hingga Pasarwajo.

Kenapa ya orang Buton sekarang ini banyak nian yang pandai berteori, bernarasi yang menghabiskan durasi begitu panjang ? Hari ini paparan Balawa begitu panjang dan melelahkan mata sementara Ndoke dan lain-lainnya juga tidak kalah panjangnya. Besok, lusa, tula dan seterusnya - tulisan itu masih berapa panjang lagi ya ? Trus kapan bisa dipraktekkan atawa di amalkan semua isi tulisan itu ?

Siapa yang harus memulai, dimana tempatnya dan bagaimana tolok ukurnya. Ah.... mungkinkah ini pertanda jika orang Buton itu sedang memasuki tahap senang berteori ? Kasian buanget, sedih jadinya neh ?

Kenapa ya, orang Buton itu tidak mau amalkan saja Sara Pataanguna dan Martabat Tujuh dalam kehidupan sehari-hari ? (maaf, pinjam /mengulangi pertanyaan Doktor La Niampe kepada saya).

Berikanlah saya jawaban terhadap pertanyaan tersebut jika anda adalah orang Buton. Ha, ha, haa..... Xixixixi..... Wakakakaa..... !? (punya Arfan)

Kamis, 27 Januari 2011

Menkominfo Berbohong Lagi

Menkominfo Tifatul Sembiring berbohong lagi. Sampai hari ini pengguna internet di Indonesia tidak cuma twitter tetap dipantau ketat oleh pemerintah antara lain dari Kemkominfo. “Indonesia masih seperti negara totaliter negara komunis,” kata aktivis HAM yang tidak mau disebut identitasnya.

Menurut aktivis tersebut pemerintah diam-diam tetap memantau dan memblokir informasi yang dikirim melalui internet oleh para aktivis ke lembaga-lembaga penting internasional seperti lembaga-lembaga di bawah PBB dan dinas-dinas interlijen asing. Sebelumnya Tifatul menegaskan pemerintah ingin memblokir situs pornogarfi saja.

Menurut detik.com Jumat (28/1/2011) Tifatul mengatakan pemerintah tidak menutup situs microblogging twitter di Indonesia. Itu berarti pemblokiran masih dilakukan terhadap komunikasi internet yang lain.

Seorang intelijen Barat yang enggan disebut identitasnya mengatakan sejumlah aktivis HAM Indonesia prihatin dengan masih banyaknya pelanggaran HAM di Indonesia. “Mereka peniup peluit yang baik untuk kami sehingga kami tahu dari sumber-sumber pihak ketiga itu soal berbagai pelanggaran HAM disini,” katanya.

Pengamat tersebut menambahkan komunikasi internet tidak hanya twitter tidak boleh diblokir rezim manapun apalagi hanya oleh seorang menteri.

Seperti dilansir detik.com, Tifatul sepertinya tetap berkelit dengan mengatakan Indonesia adalah negara terbuka yang memberikan kesempatan setiap orang untuk bebas bicara. “Kita tidak akan menutup, twitter itu sosial media. Itu kan saluran saja, sama dengan yang lain,” kata Tifatul.

Sejumlah pengguna internet di Indonesia yang aktif memantau dan memberikan laporan berkala kepada lembaga-lembaga internasional mengaku mereka ingin bukti bukan teori maupun janji.

Mereka mengaku sulit mengakses situs institusi dan intelijen global penting seperti Amnesty International, UNHCR, CIA Amerika, MI6 Inggris, FSB Rusia dan lainnya, yang dahulu mudah diakses di Indonesia. “Situs-situs itu kini hanya bisa diakses dari luar negeri misalnya dari Singapura,” katanya. (kiriman seorang kawan: Rgs). 
    

"Pandai"

Sudut pandang dibuat selalu tumpul (mengapung). "Teruk" sangat bila kita tengok selalu liputan televisyen-televisyen swasta negeri jiran macam Metro TV juga mengenai sebuah kampung idiot di Balong. Macam mana kita menilai. Liputan tersebut diatur tumpul sahaja iaitu dengan menarik ke masa lampau bahawa idiotisme warga Balong itu bukan kerana keadaan baru-baru ini melainkan sudah lama sejak tahun 1980an.
Apa maknanya ini? Ini bermakna bukan kerana peemrintah (kerajaan) hari ini dalam SBY tetapi kerana kerajaan-kerajaan terdahulu. Kerajaan SBY sekarang dicuba diamankan terlepas banyak kekurangan dan kesalahan. Kumpulan-kumpulan lintas beragama negeri jiran tu cuba dan bermaksud menunjokkan terang pada kerajaan bahawa yalah penting memulakan kesejahteraan seluruh penduduk merata dan dengan sistem pengawasan yang benar. Televisyen-televisyen pemberitaan itu kurang membela kumpulan tersebut.

Pabila macam ni terus-terusan, pemberantasan pelbagai mafia dan pelbagai soalan apapun yang lain di negeri jiran tu nak mentah lagi dan tak nak mungkin terselesaikan. Televisyen-televisyen tu kerana tidak ambil sikap terang melainkan selalu membuat samara dan mengapungkan sendiri cerita daripada pemberitaannya. Nilai cerita nol besar dan mereka rupanya turut mempermainkan perasaan masyarakat tu.

Sedikit sangat wartawan televisyen negeri tu berpengetahuan jurnalisme yang membuat terang bagi membela warganya. Mereka pandai mengulas tak, pada isu-isu penting dan terhad macam isu idiotisme Balong menjadi sorotan yang nak membuat masyarakat boleh tarik kesimpulan bahawa kerajaan nak tertuding, dan justeru menumpul.

Berlaku justeru wartawan televisyen tampak menyerang nara sumber, macam yang berlaku terhadap aktivis Jhonson Panjaitan, walaupun wartawan tu langsung berdalih dan menyangkal.

Televisyen-televisyen jiran tu tiap hari mengulas pelbagai hal panas namun pabila diteliti tak ada makna ulasannya penting dalam begitu banyak cerita yang dibuat. Mereka memiliki human resources baik, tetapi tidak cukop dilatih ambil sudut pandang yang menunjokkan pada sebuah kebenaran terang. Mereka pun berani tak.

Pemilik televisyen, sementara, berkepentingan suatu masalah besar tetap direka mengapung tumpul, sehingga segala masalah mentah lagi. Di belakang pemilik televisyen-teelvisyen tampaknya ada pula orang parti politik kuat atau mantan. Tetapi yang mengandungi wang itu yalah pebisnez-pebisnez etnik Cina, macam di Malaysia juga, mereka pemegang asset-aset penting. Seakan-akan ambil peduli pada rakyat tetapi bukan itu tujun dan sesungguhnya.

Isu dibuat dan ditulis seakan-akan membela rakyat, tetapi semata jualan pengkhabaran. Semata mengeruk keuntungan iklan sebesar-besarnya, tentu dengan isu-isu panas sangat mengaduk-aduk peraasan rakyat yang merindukan mimpi yang tak kunjung datang.

Pepatah berkata: "Belanda harus dibuat jauh". Liputan sekana-akan menuju provokesyen, protes-protes besar ataupun rusuhan meluas, tetapi begitu menajam maka mereka dinginkan lagi. Katanya kerana diancam via telepon. Macam tulah etnik Cina negeri jiran tu, pandai. Orang bumiputera di Indonesia pasti kalah cara dalam berfikir. Otak mereka, pun otak kita, tidak sampai ke sudut puncak sana. [Pabila punya opini lain, sila majukan ke kami: zaimahbintiabdulmutholib@msckl.my ]

Rabu, 26 Januari 2011

Rekayasa vs Hati Nurani


Memang pasa saat-saat akhir kekuasaan Orba, waktu itu muncul banyak sekali gerakan-gerakan pendukung Suharto sebelum akhirnya dia mau tidak mau akhirnya lengser. Gerakan itu akhirnya mendatangkan gerakan-gerakan masif anti status quo yang waktu itu dimotori tokoh inteletual akademisi yang berani yaitu Amien Rais berserta kawan-kawannya. Gerakan rekayasa apapun biasanya kalah dengan gerakan lebih masif yaitu gerakan hati nurani mahasiswa dan rakyat. Jangan-jangan ini akan terjadi terhadap pemerintahan sekarang. Karena kelaparan, kemiskinan, kemuakan dan lainnya seperti yang sekarang terjadi di Tunisia, Mesir dan Yaman, meski kasusnya agak berbeda. Siapa yang bisa menahan orang-orang kelaparan. Dipicu sedikit pasti akan menyala. (Komentar kiriman Gunawan).  

 

Persis Seperti Masa Orba


Waktu lalu muncul spanduk menghujat Din Syamsuddin oleh Gadis (Gerakan Anti Din Syamsuddin) di depan gedung DPR. Hari ini (27 Januari 2011) ada spanduk mendukung SBY: “Jangan ganggu SBY Bekerja”. Ini seperti dulu ketika Suharto mau jatuh. Ada kelompok-kelompok pendukung seperti itu. Ini persis seperti masa Orba.   

Pelacur-pelacur Remaja dan Sikap SBY.

Lihat halaman depan Kompas hari ini (27 Januari 2011). Prostitusi remaja di Jakarta. Tapi presidennya suka kok jalan-jalan ke luar negeri. cihuiii … tujuh remaja berumur 13-16 tahun di kelurahan Manggarai, kecamatan Tebet, Jaksel, masuk jaringan prostitusi dimotori tetangga mereka, Dede. Dede menghubungkan remaja ini dengan pemesan. Kegiatan ini terbongkar polisi. Dede dijadikan tersangka. Kita lantas bertanya-tanya maraknya busung lapar di Nusa Tenggara, idiot sekampung di Balong yang menjadi-jadi dll, pasti ada hubungannya dengan pemerintahan SBY. Jelas semua akibat kemiskinan yang dibiarkan menjadi-jadi oleh presiden. Jangankan hukum dibenahi. Ekonomi saja tidak. Mereka perlu makan, perlu sekolah, perlu kuliah gratis atau murah. Di negeri ini semuanya mahal. Presiden tidak pernah memikirkan rakyatnya. Cihuiii enak jalan-jalan terus ke luar negeri. Presiden semalam di Zurich, Swiss, sebelum ke Davos. Beserta rombongan tiba di Bandara Internasional Zurich, Rabu (26/1/2011) pukul 9 malam. Enak jalan-jalan ke luar negeri, gratis, semua dibayar negara dapat bonus lagi. Gaji pokok tetap utuh, masih akan dinaikkan juga tahun depan. Ada koin untuk presiden lagi. Kenapa presiden itu cuek, tidak pernah mikirin rakyat, ada apa rupanya, kacau kali.  


 

Crop Circle Sleman dan Tuan Dayat

Crop circle ataupun lingkar tanaman umumnya dibentuk dengan cara memotong tanaman padi, gandum ataupun tanaman sejenis yang lain, saat tuai (panen) ataupun selepas tuai. Bisa dengan sabit biasa ataupun mesin-besar penuai semacam traktor. Crop circle teruk macam tu bernilai seni tinggi kerana koompleksiti dan keindahannya.

Di Inggeris dan Amerika, crop circle memang sengaja dibuat manusia untuk nilai seni. Dibuat dengan mesin besar penuai pada saat sebuah tuai. Ataupun pabila manual dilakukan selepas tuai saat seluruh batang dan tangkai tanaman dibersihkan. Macam mana  fenomena crop circle di Sleman Yogyakarta Jawa Tengah Indonesia?

Itu semata boleh akibat daripada twister berkekuatan sedang, tapi bukan jejak UFO. Twister yalah angin kencang. Tampak kejauhan macam awan hitam berbelalai berkelok dan tajam ke bumi. Angin kencang macam ni tak nampak di kedekatan kecuali ada benda-benda terbawa termainkan. Twister bergerak dinamik dan boleh juga cepat pergi. Kesan gerakan boleh menghasilkan karya seni sederhana seperti crop circle Sleman.

K e r a n a   g i l a

Tapi bisa juga kerja daripada orang main-main. Di negeri jiran tu dikenal dengan banyak orang main-main (iseng) ataupun semi gila kerana stres berpanjangan kerana penguasa dari masa ke masa tidak pernah mensejahterakan mereka. Beberapa anak muda ataupun orang boleh sahaja merosakkan tanaman padi yang belum dituai di Sleman tu. Kegilaan oknum-oknum di kuasa bahkan sejak dahulu di negeri jiran tu lama merembet ke kalangan bawah, kerana mereka dicipta susah ekonomi. Beberapa pemuda ataupun orang dalam kes Sleman boleh kerana soal kecil ataupun bisa pula bermotif besar semacam kebohongan politik. Mereka mungkin tak suka dengan pemilik tanaman. Sebuah acara di tv indon, MetroTV, Sentilan Sentilun, berkata itu kerana tangan-tangan Kumpulan Bohong iaitu Orbo (Orde Bohong), boleh jadi mereka kerana dibayar untuk membuat sensasi.

Crop circle sederhana macam tu mudah dibuat dengan gaharu ataupun lain-lain lagi. Petani tradisional di manapun umumnya ada gaharu ditarik lembu ataupun ditarik tangan/bahu. Alat tani tersebut lazimnya membuat pola-pola garis cekung pada permukaan tanah gembur selepas selesai dibajak untuk benih padi muda yang akan ditanam tampak urut rapi. Gaharu dibuat dari beberapa belahan buluh saiz satu meter kali satu setengah meter di mana 4 hingga 6 hujung bahagian bawah dibuat tajam untuk membuat garis-garis cekung pada tanah gembur pada sawah. Gaharu bersaiz besar ataupun kecil idnah untuk membuat crop circle macam di Sleman. Caranya alat diberi pemberat boleh orang berdiri ataupun duduk di atasnya, ataupun dengan karung plastik pemberat mengandungi pasir ataupun gumpalan tanah setengah kering. Gaharu ditarik digerakkan berputar ataupun lurus sesuai keinginan dan daya seni mereka. Jejak kaki pengguna tidak berbekas kerana ditutup kerja gaharu. Tapi pabila diperiksa teliti biasanya masih ada sedikit jejak kaki. Itulah mungkin polis pasang pula police line melingkari crop circle, supaya tak tengok dekat masyarakat awam.
 
Untuk tahu harus ada penyelidikan terhadap petani tu sendiri dan beberapa orang tempatan misalnya apa dia ada pertikaian dengan tetangga ataupun orang lain. Bisa juga diselidiki apakah petani ataupun orang lain tu keesokan hari ataupun seterusnya boleh beli sepeda motor baru, bererti kemungkinan ada pihak memberi pampasan lumayan besar pada kerosakan tanamannya. Tapi pabila dia terlihat marah, bererti jujur tidak tahu. Ini bermakna ada orang lain main-main ataupun iri. Pertikaian boleh juga diterusi pihak lain. Orang ini boleh dibayar pihak tertentu untuk kepentingan lebih luas bagi membuat sensasi, mungkin masih dalam rangka alihan isu.

T u a n  D a y a t.

Sensasi berhasil mengalihkan isu dengan efektif bagi sebuah rezim yang burok. Bukti majoriti masyarakat Indonesia teralihkan melalui televisyen-televisyen negeri jiran tu. Mengalihkan isu paling mudah, bermula  hal-hal ringan sampai serius, bisa melalui crop circle sehingga hal serius. Maksud sama, supaya televisyen-televisyen meliput remeh-temeh. Topik-topik penting pemerintahan nak berkurang. Masyarakat dibuat lupa. Pengalihan isu berat yalah rekaan penangkapan suspek teroris (pengganas) tapi mangsanya orang tua ataupun anak muda tidak makan sekolahan tak berdosa dari desa-desa di negeri jiran tu. Itu sebabnya di negeri jiran tu penangkapan pengganas jarang dilakukan di kota misalnya di hotel sekelas hotelnya tuan Mandra (Mandarin Hotel), hotelnya tuan Niko (Nicco Hotel), ataupun hotelnya tuan Dayat (Hyatt Hotel).

Crop circle juga boleh dilakukan melalui sebuah pesawat mirip helicopter yang dilengkapi mesin penghembus angin sangat kuat dan peranti mesin computer di dalamnya untuk mencipta dan membuat pola-pola sederhana crop circle. Operasi biasanya dilakukan rahsia biasanya di malam hari dan waktu hujan sehingga tidak diketahui orang. Proses ini tidak mudah sebab melibatkan kerja raahsia. Beberapa orang dahulu sudah melakukan sterilisasi di lokasi untuk tidak manusia. Kedua-dua sebuah alat sensor sebelumnya dipasang di lokasi untuk memudahkan pesawat mencari lokasi. Alat ini sering dipasang bagi memudahi pesawat peletus bom mencapai sasaran tepat, macam dalam perang Amerika Syarikat di Irak.

Televisyen teliti tak, kritis tak, nak mudah terjebak dalam senario macam tu dan justeru turut berbohong, kerana justeru menunjokkan fakta/realiti sahaja. Mereka tampak buta dalam tengok makna sebuah realiti direka. Media yang kritis akan selektif dan akan membuat liputan analisis dan memaparkan nara sumber kritikal pula dan anti rejim, yang suka membuat rekaan. Pabila tak mak rakyat tu akan semakin bodoh. Crop circle, oleh kerananya, nak tetap dipercayai sebagai fenomena ghaib ciptaan Allah ataupun bahkan dianggap sebagai jejak UFO. Tentu, konon, sebuah alihan isu boleh pula digunakan organsiasi mata-mata asing bangsa maju untuk tengok macam mana perkembangan kesadaran rakyat ataupun kejujuran sebuah rezim. [Bila punya opini lain, sila majukan ke kami: syaidahbintimuhsin@mscterengganu.my] 

Senin, 24 Januari 2011

Makna Circle Crop Sleman


Horee… ayoo….bareng2 semue TV “beli” (liput) fenomena alam biase seperti pusaran angin pada tanaman padi atau lainnya seperti di Sleman. Padahal itu hal biase saat angin bertiup keras. Tanaman padi akan roboh membentuk berbagai pola, istilah krennye, crop circle. Kadang juge disengaja anak-anak iseng. Mane ade UFO mampir ke Sleman lagi? 

Jangan-jangan kerjaan iseng CIA Amerike kali ye…? Kik kik kik kik…. Barangkali untuk alihkan isu Gayus dan lainnye kali ye? Kik kik kik kik…. Buktinye “dibeli” (dijadikan berita) juge ame telepisi-telepisi kite. Kik kik kik….. Kalau semuenye yang sepele diberitain, mane mungkin telepisi-telepisi itu fokus ke isu-isu penting dan serius ikut mbongkar ye…? 

Juge mau aje ye telepisi-telepisi kite mau aje meresensi film-film Hollywood ye, alat penjajahan, pentololan dan demoralisasi, amoralitas terhadap budaye bangse kite ye…? Tolol kali ye? Film-film Hollywood dan hal remeh-temeh sepertinye udeh jadi agame mereka kali ye? Tolol betul ye? (kiriman teman Elya dkk) 

Minggu, 23 Januari 2011

Pengalihan Isu



Semua harus dilihat dari rentetan peristiwa terakhir. Isu-isu akan sengaja diciptakan silih barganti. Terakhir muncul isu bahwa akan dibentuk Jakarta Lebih Raya (Greater Jakarta) yang meliputi sampai wilayah Sukabumi, apaan-apaan itu? Setelah munculnya pernyataan liar Gayus dilihat berbahaya. Pernyataan Gayus pasca sidang dirinya kalau tidak ada yang menyetop atau mengaliihkan bisa merembet ke banyak orang penting, ini berbahaya. Kedua, ada gerakan geram dan amarah berbahaya dari kelompok tokoh lintas agama yang juga sama bahayanya atau lebih berbahaya, karena dapat memicu gerakan demo besar dimana-mana. Maka dimunculkan isu SBY yang menyiratkan minta gajinya dinaikkan. Blow-up atas isu gaji itu justru akan menjadi blessing in disguise, menguntungkan, untuk SBY. Jadi berbagai perkembangan kearah hak menyatakan pendapat yang bisa menyebabkan pemakzulan dapat disetop untuk sementara dan teralihkan sempurna. Pertanyaan sampingan pun mengemuka apakah kemungkinan ada makelar-makelar wartawan amplop di beberapa media yang sengaja mem-blow-up isu tersebut atau lainnya bisa saja. Itu menjadi rahasia umum sejak dulu. Yang jelas semua merupakan blessing in disguise buat SBY, setidaknya untuk sementara ini. Cara-cara pengalihan perhatian sudah biasa. Jadi sekali lagi pengalihan-pengalihan akan terus dibuat dengan isu-isu lama dan baru terus-menerus. Jadi musuh-musuh SBY seperti Megawati dan lainnya, karena memang tidak mampu, tidak mungkin mampu menggulingkan SBY meskipun secara tidak langsung sudah dibantu oleh kelompok Tokoh Lintas Agama. Sementara Presiden tahu dirinya cukup kuat, selain juga memang didukung oleh CIA setidaknya itu menurut Gayus dan itu bisa jadi benar. Bagaimana dengan berbagai isu yang silih berganti? Jelas semua adalah strategi mempertahankan kekuasaan dan ini wajar dilakukan oleh rezim manapun. Diciptakan atau diangkatnya isu merupakan bagian pengalihan isu lain yang dilihat bisa membahayakan kepemimpinan nasional. Kalau semua adalah bagian pengalihan isu atau pemberangusan hak berpendapat, setahan apa sebuah rezim mampu mempertahankan adalah pertanyaan besarnya. Tidakkah sebuah penguasa takut akan rakyatnya yang kini kelaparan dimana-mana di seluruh negeri? (Yessi Liong Wijaya). 

Sabtu, 22 Januari 2011

Akal bulus berbau busuk (Penguasa melalui) Tifatul Sembiring

Upaya akal busuk Tifatul Sembiring juga karena dia tidak mampu menjabat dan kurang kerjaan sebagai menkominfo. Padahal di era demokrasi, semua opini dan suara adalah hak setiap anak bangsa dan penting, sebab semua adalah bukti negara menjung tinggi demokrasi. 

Tak satupun penguasa apalagi pejabat atau menteri berhak membatasi. Sumber situs atau web atau hp – darimana asal opini itu - bukan substansi atau hal penting dan bukan tugas negara tau penguasa apapun dan dimanapun. Semua adalah refleksi nyata demokrasi yang sudah lurus dan benar. 

Kita harus lawan siapapun yang berusaha mematikan nilai-nilai demokrasi ini, dengan alasan bahwa demokrasi sudah kebablasan. Bukahkah demokrasi di negeri ini baru sebatas kebebasan berpendapat? Bukankah rakyat semakin dimiskinkan dan belum ada penguasa apalagi pejabat atau menteri yang menjalankan UUD 1945 untuk kesejahteraan seluruh rakyat? 

Mereka justru kebanyakan pencuri uang negara yaitu uang rakyat. Pembatasan menyatakan pendapat, apapun bentuknya, seperti menkominfo Tifatul Sembiring dengan dalih memberantas pornografi, hanyalah kedok membatasi kebebasan berpendapat, yang kini kuat di dunia maya dan blackberry. Itu semua hanyalah upaya terselubung pengebiran demokrasi yang tengah bersemi di negeri ini. (Siau Sien). 

Wapress Budiono Main-main



Sabtu, 22 Januari 2011 | 10:01 WIB

SUARARAKYAT.com – Bukan karena terngiang tapi Wapres sengaja. Hal itulah kesan yang diperoleh publik.

Saat Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin, menyebutkan nama salah satu siswa perwakilan SMU dalam acara dialog dengan Wakil Presiden Boediono, Sabtu (22/1/2011) di SMK Negeri 2 Palembang, Sumsel, Wapres main-main dengan berpura-pura salah dengar. Boediono menyebut kembali siswa itu dengan nama Gayus.

Meskipun hal itu mengundang tawa peserta silaturrahmi pelajar perwakilan SMU, tapi pesan sangat jelas bahwa Wapres Boediono main-main dan terkesan melecehkan Gayus. Boediono langsung berkomentar sambil tertawa, "Karena tadi sepertinya saya dengar Pak Gubernur seperti menyebut nama Gayus. Oh ternyata namanya Bagus....".

Ketika itu Ny Herawati Boediono, istri Boediono, pun sudah menegurnya gemas. Ny Herawati Boediono, yang duduk di sampingnya, mencolek bahu Wapres, "Piye, toh, Pak."

Beberapa hadirin yang ditemui SR untuk dimintai komentar, mengatakan bahwa ada kesan kuat Boediono memang main-main dan sengaja melecehkan nama Gayus dengan menyebut nama tersebut. “Beliau [Boediono] sepertinya dengar siswa yang disebut tadi bernama Bagus, tapi kayaknya dia sengaja. Saya tidak tahu maksudnya apa,” kata Boediono Marihan.  

Boediono Marihan adalah nama seorang guru yang mendapatkan kesempatan bertanya dan mengenalkan namanya dengan nama "Boediono Marihan". Wapres Boediono sepertinya memang suka main-main. Saat menjawab, Wapres justru sengaja menggunakan nama guru tersebut, "Pak Boediono....". (mk).    

Menerawang Keadilan di bawah SBY

Beberapa saat sebelum persidangan Gayus, pengacara Adnan Buyung Nasution (ABN) mengatakan hakim akan memvonis bijak. Apa benar?

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/1/2011), tidak mengabulkan tuntutan jaksa agar terdakwa Gayus Halomoan Tambunan dipenjara  20 tahun dan didenda Rp 500 juta. Mengapa hakim memvonis ringan Gayus? Albertina Ho, ketua majelis hakim, berkilah pihaknya telah mempertimbangkan dari segala segi baik kepentingan masyarakat, negara, maupun terdakwa.

Itu jelas lagu lama yaitu berkuasnya mafia peradilan. Hakim, pengacara dan jaksa sebelumnya sudah mengatur Gayus hanya akan dipenjara tujuh tahun. Tapi agar publik tidak curiga dan tidak marah maka jaksa diatur tetap menuntut 20 tahun. Itulah mafia peradilan dan semua dapat bagian uang dari Gayus. Bahwa misalnya dikatakan oleh hakim Albertina, Gayus tidak bertanggung jawab sendirian terkait kelalaiannya saat menangani keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (PT SAT) di Direktorat Jenderal Pajak, semua jelas hanya siasat dalam sidang pengadilan. Menurut hakim, atasan Gayus secara berjenjang seharusnya mengoreksi usul Gayus untuk menerima keberatan pajak PT SAT memang boleh-boleh saja. Tapi tidak berarti Gayus dihukum sangat ringan, hanya tujuh tahun, sementara dia telah merugikan uang negara, uang rakyat, ratusan milyar.

Disinilah pentingnya SBY sebagai kepala pemerintahan bertanggung jawab memfasilitasi penegakan hukum dengan benar. Bukankah SBY pernah berjanji memimpin sendiri dan langsung untuk penegakan hukum di negeri ini? Maka khususnya dalam setiap persidangan kasus korupsi kakap, harusnya SBY mengingatkan dan mengancam keras aparat hukum dan peradilan (polisi, jaksa, hakim dan pengcara) yang tidak  melaksanakan peradilan secara adil. Presiden hendaknya tidak hanya bisa mengatakan dia terkejut dengan vonis ringan Gayus. Tapi selama ini presiden selalu lepas tangan dan tidak mau campur tangan dalam proses peradilan seperti itu. Ini kekeliruan besar yang bisa membuat rakyat semakin frustrasi dan akhirnya turun jalan atau mengamuk dan memaksa dia turun dari kursi kekuasaan. Itu bukan hal yang tidak mungkin. Alasan presiden benar hanya kalau peradilan negeri ini adil dan tidak dikuasai mafia peradilan.

Kembali ke persidangan Gayus, perihal rekayasa kasus penyidikan asal-usul uang Rp 28 miliar yang berujung pada vonis bebas Gayus di Pengadilan Negeri Tangerang adalah sangat menggelikan dan sangat menohok rasa keadilan umum, meskipun benar bahwa menurut hakim kasus itu menjadi tanggung jawab bersama dengan para terdakwa lain yakni Kompol Arafat Enanie, AKP Sri Sumartini, Haposan Hutagalung, Lambertus Palang Ama, Andy Kosasih, dan Muhtadi Asnun. Apa itu juga adil? Maling buah coklat saja dihukum, maling satu dua ekor ayam juga dihukum, tapi kenapa koruptor uang negara milyaran seperti Gayus tetap bisa bebas atau hanya divonis sangat ringan. Dalam pemerintahan SBY saat ini rakyat yang semakin miskin itu hanya bisa menerawang ketidak adilan.  

Terkait dugaan tindak pidana korupsi uang Rp 28 miliar di rekening Gayus, kata Albertina, hakim tidak dapat menghukumnya lantaran tidak ada dalam dakwaan dan belum dibuktikan di persidangan. Pernyataan Albertina benar. Persoalannya adalah mengapa polisi dan jaksa tidak memberikan bukti-bukti cukup soal kejahatan Gayus dan atasan-atasannya? Tentu saja hakim lantas membuat alasan tidak menjatuhkan vonis hukuman berat, karena pertimbangan nilai hukum bahwa setiap hakim dalam vonisnya harus tetap mencerminkan keadilan proporsional. Ternyata hal demikian pun tetap bisa direkayasa.

Pertimbangan seperti hal-hal lain yang meringankan dimana majelis menilai Gayus memberikan keterangan yang jujur dalam hal-hal tertentu sehingga memperlancar jalannya persidangan, lantas bahwa Gayus belum pernah dihukum dan mempunyai anak-anak yang masih kecil yang memerlukan perhatian dan kasih saying, semua itu hal-hal biasa yang selalu ada dan menajdi pertimbangan hakim ketika menjatuhkan putusan. Begitu pula kata hakim, yang memberatkan Gayus adalah perbuatan Gayus bertentangan dengan program pemerintah dalam penyelenggaran negara yang bersih dan bebas dari KKN, itu juga hal biasa dan selalu ada ketika hakim menjatuhkan vonis: Hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan. Bukan pertimbangan substatif. Jadi yang mengiris rasa keadilan untuk umum adalah mengapa koruptor besar seperti Gayus hanya dihukum tujuh tahun. Padahal setelah dipotong remisi, kemungkinan Gayus hanya akan dipenjara kira-kira 2,5 tahun. Kembali ke pernyataan ABN, benarkah hakim memvonis bijak? $ bicara. (artikel Kartika Wijaya). 

Baca lainnya di : 

http://pejabatindonesiapengacau.blogspot.com/  
http://pejabatdaerah.wordpress.com/

 

Rabu, 19 Januari 2011

Lebih baik nonton Sinetron beneran daripada "Sinetron Politik"


Senang dan lumayan juga nonton sebuah sinetron RCTI yang berjudul Puteri Yang Ditukar, yang diputar tiap malam 7:30. Kalau itu rapor kita kasih nilai 8 atau 9. Sebab akting pemain sangat baik dan menjaga moral, tidak ada adegan ciuman atau marah berlebihan, mereka alamai dan terasa matang, juga pemain-pemain mudanya cantik-cantik dan ganteng-ganteng. Tapi episode-episode selanjutnya jelek. 

Pertama ada adegan upaya bunuh diri oleh Zaira dan Arman agar matanya bisa didonorkan untuk ayah Prabu. Skenario itu buruk karena tidak mendidik, terlepas upaya bunuh diri itu akhirnya tidak jadi. 

Kedua itu cerita diolor-olor kemana-mana hingga daya tarik  habis. Jadi nilai turun jadi 6 sajalah. Tapi dibandingkan sinetron-sinetron lainnya, "Puteri Yang Ditukar" masih jauh mendingan lumayanlah. Apapun memang lebih baik nonton sinetron beneran seperti itu daripada nonton "sinetron politik". (Dari teman etnis berbeda, Siau Sien).

Jurus-jurus dahsyat. Ke mana arahnya?


Horee...! Akhirnya Gayus divonis hanya 7 tahun. Hebat. Nggak bisa dimiskinkan. Setelah potong remisi tinggal 5 tahun. Keluar penjara Gayus masih kaya raya. Uangnya masih milyaran. Lebih parah lagi Gayus Gayus lainnya yang lebih dahsyat atau sama tingkat korupsinya aman-aman saja. Nggak tersentuh oleh hukum. Luarbiasa negeri ini. Siapa yang harus dipersalahkan? Mafia peradilan (oknum jaksa, oknum polisi, oknum pengacara, oknum hakim), atau Satgas MPH yang diduga terlibat rekayasa, atau lemahnya kepemimpinan nasional? (Komentar teman: Karlina Hutapea).  

Selasa, 18 Januari 2011

Akan Jadi Kenyataan? Kenapa Hanya Gayus?


          Semalam ada pertemuan TLA dengan pemerintah. Ketika terpilih lagi dia diramalkan nggak sampai 2012. Apa betul. Jauh mendingan Suharto kata temen-temen aku: 1) Suharto bisa nyejahterakan rakyat meskipun dengan ngutang kan? 2) Rupiah saat itu macho dan murah harga sembako. 3) Tapi kini presiden sekarang sudah berkuasa 6 tahun lebih tapi nggak manfaat buat rakyat. 4) Pemerintahannya ngutang pula tapi nggak untuk rakyat. 5) Wawasan dan niatnya mensejahterakan rakyat nggak ada. 6) Sementara soal Gayus, hanya dia yang diincar. 7) Padahal banyak Gayus-Gayus lain, kata pengacara opung Adnan Buyung Nasution. 
           Jadi rupanya ramalan teman-temen aku tadi mungkin akan jadi kenyataan. Rakyat yang melarat akan rusuh. Maka dia dipaksa turun. Esok lusa, beberapa hari lagi atau beberapa bulan lagi. Kemarin malam saja di depan TLA (tokoh-tokoh lintas agama) katanya dia janji-janji lagi kan dan kata-katanya masih sok kuasa meskipun dengan nada disetel halus rendah hati katanya. Oooooeh kalau nggak dipenuhi apa jadinya. Apa kata dunia? Kau semua lihat itu betul lah. (Artikel Nirmala K.)   

Jumat, 14 Januari 2011

Hak menyatakan pendapat perlu digulir ke pelengseran

Hak menyatakan pendapat perlu digulir menuju pelengseran. Kalau ada niat dan kemauan orang-orang yang perduli rakyat di DPR/MPR. Kalau harus tiga tahun rakyat dan negara ini menunggu sampai 2014, derita dan sengsara mereka pasti tak terperikan. Menunggu seperti apa lagi? Sekarang saja mereka banyak yang hanya bisa makan satu atau dua kali sehari dan ada pula yang hanya bisa makan sekali dua tiga hari.

Ahmad Mubarok dari Partai Demokrat selalu mengatakan bahwa kenapa uang hanya 6,7 triliun (uang skandal Bank Century) itu tidak seberapa dibanding uang BLBI. Harusnya petinggi Partai Demokrat itu tidak menganggap kecil uang tersebut.

Juga selalu dikatakan bahwa SBY berkuasa hanya tinggal 3 tahun lagi kenapa tidak sabar menunggu. Jangankan menunggu 3 tahun. Sehari tak makan, orang pasti sudah tak sabar dan kepayahan. Kalau sudah jadi pemimpin pasti mereka melupakan rakyat. Sudah klazim di negeri ini. Rakyat hanya obyek untuk perebutan kekuasaan dan tidak pernah disejahterakan. Padahal itu bagian terpenting hak konstitusional mereka.

Setelah diingatkan tokoh-tokoh agama, upaya penyelamatan baru akan dilakukan. Tidak jelas apakah akan sampai ke sasaran, dan apakah cara itu merupakan penyelesaian. Pengalaman membuktikan, pasti tidak akan pernah sampai ke sasaran, karena pemerintahan SBY selama ini juga tidak memiliki sistem anti penyelewengan.
Kepemimpinannya sangat lemah sehingga garong-garong tidak takut adalah faktor utamanya. Dana apapun pasti akan jatuh ke tangan orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Hal dan penyunatan seperti itu sudah etrjadi dalam kasus BLT dan bantuan-bantuan lainnya.

Kegagalan seperti ini telah menjadi keniscayaan. Mungkin pelengseran pilihan satu-satunya meskipun tidak populer dan kalau DPr/MPR memang berniat membela rakyat. Kalau tidak, maka penderitaan rakyat tingkat bawah itu semakin tak terperikan. Semakin jelas pula dan ketahuan bahwa anggota DPR/MPR hanya mencari posisi tawar untuk kepentingan kekuasaan dan diri mereka sendiri, bukan untuk negara apalagi rakyat.

Bagaimana kalau rakyat itu beralih mendatangi gedung DPR/MPR dan mengamuk disana? Bagaimana kalau mahasiswa dan rakyat yang berkesulitan menjadi bersatu padu melancarkan demo besar-besaran terhadap orang-orang pengkhianat rakyat di DPR/MPR? (Artikel singkat oleh kawan Kirana Kristi).

Kamis, 13 Januari 2011

Kemiskinan Sebuah Konsep atau Realitas




Ada yang ambigu dalam pemikiran masyarakat Wakatobi hari ini, makna kata 'kemiskinan' menjadi kabur. Batasan kemiskinan menjadi tidak ada. Dalam majalah "Biografi Politik for Democracy and Change" dikemukakan bahwa tidak ada kemiskinan di Wakatobi menjadi suatu yang mengguncang pemikiran dan pemahaman anak-anak Wakatobi tentang kemiskinan.

Dalam acara bedah buku 'empat' buku Hugua 'Miskin Kaya adalah pilihan, Surgaisme Landasan tata dunia baru, dan Bigrafi politik, serta lelaki itu Hugua di Lantai 4 Raktorat awal Januari 2011, telah melahirkan dampak besar dalam pemikiran atau kesadaran khususnya kesadaran masyarakat Wakatobi. Salah satu tulisan yang paling mengguncang pemikiran itu adalah Sub Judul yang Tidak ada kemiskinan di Wakatobi (hal,128). Berbagai kalangan membahas masalah ini, ahli ekonomi, budaya, sejarah dan para politikus mendiskusikan ini.

Tetapi ketika kata 'kemiskinan' itu tidak mendapatkan batasan yang jelas, maka kata itu tidak akan dapat dipahami secara tepat. Karena pemahaman seseorang tentang kemiskinan itu dapat dipahami jika dapat diukur melalui empat hal yaitu, makna kata, makna simbol, realitas empiris, dan ekspresi masyarakat setelah mendengarkan kata, simbol dan realitas empiris tersebut.

Oleh karena itu, 'kemiskinan' harus diberikan batasan yang jelas sebagai kerangka pikir agar tidak meressahkan masyarakat. Dari adanya batasan yang jelas tentang konsep kemiskinan, akan memberikan ruang interprestasi yang tepat terhadap makna kata itu, tetapi jika batasan itu tidak ada, maka kesadaran atau subjeltifitas akan muncul di setiap kepala orang-orang yang mendengarkan batasan itu. dan secara akademis, inilah ruang untuk membangun kesadaran epistemologi.

kedua, 'kemiskinan' itu adalah dapat dimaknai sebagai simbol terhadap kesuksesan suatu masyarakat dalam mensejahterakan masyarakatnya. Jika judul, "Tidak ada Kemiskinan di Wakatobi" dianggap sebagai sebuah bahasa simbolik atas kesuksesan kerja pemerintah di Wakatobi, maka 'kata kemiskinan dapat dimaknai sebagai suatu simbol yang sangat berpengaruh dalam pemikiran anak-anak Wakatobi. Karena kalimat itu, merupakan kalimat yang dapat dimaknai sebagai ruang untuk tidak melihat realitas sesungguhnya yang dialami oleh masyarakat Wakatobi hari ini.

Apa benar, orang-orang Wakatobi sudah tidak ada yang miskin? Pertanyaan ini, sangat penting untuk melihat realitas empiris yang ada di dalam masyarakat. Katakan saja, bahwa kalau semua anak-anak masyarakat Wakatobi sudah dapat melanjutkan pendidikan, sudah dapat berobat dengan layak, sudah dapat makan dengan kebutuhan dasar gizi? Sudah menggunakan lampu penerangan dengan menggunakan listrik? Sudah dapat minum air yang sehat?

Saya kira, realitas empiris tentang kemiskinan di Wakatobi yang akan menjawab pertanyaan dan pernyataan bahwa "Tidak ada kemiskinan di Wakatobi". Berdasarkan pemantauan kami, masyarakat desa Longa ingin mendapatkan pelayanan lampu listrik, tetapi mereka tidak mampu membayar uang muka yang lima juta rupiah / meteran. Tentu keinginan yang tidak kesampaian ini, adalah pilihan atau kebahagiaan? jawabannya adalah nanti pada masyarakat.

Melihat realitas, empirs tentant 'kemiskinan' ini, serta respon masyarakat tentang itu, membuat kita dapat memahami 'kemiskinan' itu secara nyata. Bahwa kemiskinan itu hanya sebatas konsep atau realitas, paling tidak harus dapat dipahami dalam tataran berpikir yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan.

Di sini, masayarakat Wakatobi, harus mampu memahami kata 'kemiskinan' tersebut, dalam kesadaran yang mampu dipertanggungjawabkan secara akademis maupun secara sosial. (su).
 

Rabu, 12 Januari 2011

Pejabat Daerah dan Pusat Pengacau dan Korup Semua !

Ketika didaerah anda terjadi pelarangan membangun (rumah, ruko, rukan dll) pada suatu kawasan tertentu maka dapat dipastikan bahwa larangan itu datangnya dari Pemerintah setempat. Asumsi sementara ini dapat dijadikan indikator awal dari suatu model pelanggaran dan kesewenang-wenangan pejabat didaerah terutama Kepala Daerah.
 
Indikator tersebut menjadi semakin kuat jika kita bandingkan dengan produk Undang-undang yang status hukumnya lebih tinggi namun tidak ada larangan terhadap rakyat untuk tidak boleh membangun (sandang, pangan dan papan).

Ironisnya lagi, jika rakyat dilarang membangun didaerah tertentu namun Pemerintah dengan segala macam alasan bahkan alasaan itu susah diterima akal sehat - dapat saja langsung membangun tanpa memenuhi akidah kepentingan umum dan keselamatan lingkungan.

Di kota Baubau misalnya; Secara normatif, membangun disepanjang pantai Baubau yang sempit itu memang perlu dilakukan secara ekstra hati-hati karena dapat menimbulkan dapak yang merugikan rakyat masa depan. Umpama kata hal itu kita sepakati maka secara rasional Pemda (Walikota Baubau) harus memberikan contoh lebih awal kepada rakyatnya untuk tidak membangun sembarangan dengan cara menimbun laut.

Menimbun laut yang dilakukan sembarangan itu sangat mengundang kecurigaan karena Ordonantie Kelautan mengisyaratkan bahwa merubah garis pantai dalam bentuk apapun haruslah mendapat izin dari Dirjend Kelautan. Sementara hal itu diabaikan, rakyat Baubau yang memiliki persil tanah dipesisir pantai justeru tidak boleh membangun.

Di kota Raha, kabupaten Muna. Selain jatinya ludes di obrak - abrik setiap rezim Pemerintah Daerah, ekspolitasi penimbunan pantai dalam skala besar juga dilakukan pada saat Laode Moho (Ridwan B.Ae) menjadi Bupati. Penimbunan pantai yang menghisap pajak rakyat miliaran rupiah itu pun tidak pernah ditemukan adanya pengumuman telah mendapatkan izin dari Dirjend Kelautan.

Baik itu Baubau, Pasarwajo, Bombana dan daerah lainnya - semua proyek yang dilakukan atas kehendak terselubung sang Kepala Daerah dan menghirup pajak rakyat - selalu beraroma kecurangan. Lihat saja satu item kecurangan yang dilakukan Gubernur Nur Alam.

Membangun Masjid di tengah teluk Kendari itu, tujuannya untuk siapa ? Apakah benar rakyat Sulawesi Sengsara menghendaki di bangunkan Masjid Megah di tengah teluk ? Ataukah hal itu hanyalah bisikan dan impian dari seorang wanita bernama MANOHARA ?

Kasihan buanget rakyat Sultra itu, setiap saat bayar pajak (kecuali kentut yang tidak dipajak) hanya untuk kepentingan prestise seorang Gubernur di mata Perempuan. Jikapun prestise dimata Manohara itu dapat kita terima tapi bagaimana dengan ancaman terhadap keselamatan lingkungan.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pada patok kayu bulat diameter 10 Cm yang ditancapkan diteluk Kendari, menghasilkan endapan lumpur setebal 5 Cm pertahun. Seingat saya, riset tersebut dilakukan pada rezim D Muchidin menjabat sebagai Wagub Sultra. Saat ini, seluruh tiang beton penyangga Masjid Nur Alam sudah selesai dipancang dan itu pertanda bahwa bencana khusus untuk masyarakat kota Kendari sudah dipelupuk mata.

Dinamika dan gerak pembangunan perumahan rakyat dikota Kendari baik secara perorangan maupun corporation tidak dapat dibendung apa lagi dihambat sementara secara signifikan, material tanah yang akan mengalir setiap saat di aliran sungai Wanggu dan anak sungai lainnya tak mungkin bisa dihentikan.

Kesimpulan, Gubernur Nur Alam membangun prestisenya diatas derita rakyat sembari memantik BOM WAKTU (bencana) untuk sebesar-besarnya KEKACAUAN rakyat. 

Apakah Kepala Daerah seperti H Nur Alam SE masih pantas dipercaya ? Yang pasti, jika terjadi banjir yang merusak rumah anda maka orang seperti itu (pencari prestise) tidak akan pernah datang membantu menyelamatkan barang-barang milik anda. Benar apa benar !!??