Selasa, 15 Februari 2011

Gitu saja kok repot , Monyong !!!

Logika LAKSMANA memang tak jelas dan NGAWUR. Saat ditanya dalam acara Metro Pagi  16 Feb 2011, bertajuk Ancaman vs Wibawa Pemerintah, apakah UU Anti Subversi atau semacam ISA (Internal Security Act) milik Malaysia diperlukan di Indonesia? Perlu, katanya. Ia lalu mengatakan, tetapi UU seperti itu di masa lalu disalahgunakan. Dari dua kalimat tersebut saja logika Laksmana kacau. Laksmana adalah pakar hukum pidana tetapi tak mampu menyusun nalar yang logis.

Jelas UU Subversi tidak boleh ada lagi, sebab UU seperti itu akan memberi keleluasaan sebuah pemerintah menyalahgunakan kekuasaan atas nama UU itu. Di Mesir saja, misalnya, UU itu barusaja, dan sudah, dilempar ke tong sampah, karena selama ini disalahgunakan juga oleh pemerintahan Husni Mubarak, selama 30 tahun! Dulu di sini sama, disalagunakan oleh Pak Harto selama 32 tahun! Untuk apa kayak strika, bolak-balik?

Presenter Metro TV pagi itu, maklum lulusan sekolah jurnalistik kelas Lenteng Agung, tolol. Ia tidak mikir untuk apa pertanyaan tolol itu ditanyakan. Semua sudah jelas sedari awal. UU seperti itu adalah warisan negara totaliter negara komunis dan sering kali masih dimanfaatkan rejim-rejim penindas umumnya di negara-negara berkembang. Jadi enggak perlu dan enggak ada gunanya, untuk tidak mengatakan tolol berat, kalau lagi-algi mau kembali ke masa lampau itu? Itu justru akan, lagi-lagi, membantu dan memberikan dukungan kepada pihak-pihak yang memiliki agenda untuk memudahkan jalan bagi kemungkinan dibuat dan disahkannya UU tersebut. Syetan dan nalar mana lagi yang membolehkan?

Masalah kekerasan baru-baru ini sangat jelas by design (diciptakan). Oleh siapa, tanyalah pada rumput yang bergoyang!!! Tentu bisa merupakan rekayasa untuk seperti banyak kata orang yaitu untuk mengalihkan isu. Melihatnya mudah. Jika kejadian seperti ini terus dibiarkan oleh pemerintah maka itu jelas rekayasa!
Jadi tak perlu dengan apalagi UU Anti Subversi. Jelas perbuatan dalam kasus kekerasan atas nama Ahmadiyah diklaim sesat adalah perbuatan melanggar hukum, anti kemanusiaan, anti Pancasila, dan melanggar berat HAM, yang dilakukan DENGAN SENGAJA  dan TERENCANA. Tambah lagi? Ada yang menggerakkan. Sangat nyata. Lihat! Ada tanda pita biru dikenakan oleh setiap pelaku kriminal itu. Itu jelas murni kejahatan. Kenapa terjadi?

Ini semua karena aparat hukum yaitu kepolisian adalah sangat lemah. Sebuah negara atau pemerinatah akan berwibawa di mata rakyatnya dan rakyatnya mednapat rasa aman tenteram jika kekerasan dengan kedok ats nama dan alasan apapun, yang dilakukan oleh organisasi massa main hakim sendiri manapun, tidak dibiarkan oleh aparat polisi. Itu kuncinya. Aparat polisi harus menegakkan hukum. Kembali, apakah perlu UU Subversi?

Tidak perlu, Monyong !!!. Cukup sekali hanya dengan KUHP dan KUHAP.  Di Amerika dan Israel, dan harusnya juga di Indonesia, pelaku kekerasan, teroris sekalipun, cukup dijerat hanya dengan Crimnal Code, UU Hukum Pidana (KUHP). Itulah kecerdasaran  Amerika dan Israel. Kuncinya sebetulnya ada di tangan penegak hukum terutama polisi.

Dengan UU biasa, KUHP, Tolol !!! Tapi dengan syarat, ini krusial, polisi menjalankan tugas dengan sungguh-sungguh dan benar, polisi harus menjalankan fungsi dengan baik, sementara  aparat hukum kunci lainnya (jaksa dan hakim) juga harus berfungsi dengan baik, pasti pelaku-pelaku kekerasan seperti itu gampang sekali dijerat, bahkan dapat dipenjara seumur hidup atau dengan hukuman mati. Mereka sudah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam tindak pidana dalam rumusan di KUHP, karena dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain juga dengan perencanaan.  Jadi ada-ada saja kalau harus kembali ke UU Subversi. Selain itu ada juga jalan lain di luar KUHP. Pemerintah SBY harus segera membubarkan organisasi massa yang melanggar hukum. Gitu saja kok repot! (Anita).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar